Discussion
Paula Vuorinen and Marjo Karhunen, Finnish linguistics who studied Padoe in the late 1980s, noted even then considerable bilingualism in Indonesian. That notwithstanding, in 2004 when I passed through the village of Taliwan in Central Sulawesi, I observed young mothers chattering away in Padoe. We follow UNESCO’s Atlas of the World’s Languages in Danger (Moseley 2010) and rate Padoe as 4/Vulnerable. The extent to which current children are learning Padoe requires further investigation.
What Others Have Written
Vuorinen (1991:11–12)
Di seluruh daerah tersebut, tampaknya hampir semua orang dapat berbahasa Indonesia dengan baik, dan ini berlaku dari anak-anak sampai orang tua. … Bahasa utama yang digunakan dalam keluarga adalah bahasa Padoe, misalnya pada kalangan orang dewasa dan anak-anak yang telah cukup besar. Tetapi secara khusus terhadap anak-anak prasekolah, orang-orang tua sering memakai bahasa Indonesia guna mempersiapkan mereka sebelum memasuki jenjang sekolah. Selain di rumah, bahasa Padoe secara luas digunakan pula di kalangan orang-orang desa saat berkunjung satu sama lain, atau saat bekerja bersama di sawah atau kebun. Dan yang merupakan kekecualian yakni, seringnya penggunaan bahasa Indonesia di kalangan anak-anak saat mereka bermain bersama-sama. Selanjutnya, kebanyakan urusan desa dibahas dalam bahasa Padoe oleh kepala desa, bila warga desa datang berkunjung di rumahnya. Jika ada pertemuan atau rapat di balai desa, bahasa Padoe dan bahasa Indonesia merupakan bahasa pengantar. Hampir semua pemilik toko merupakan pendatang (misalnya, orang Bugis atau Cina), jadi bahasa Indonesia, digunakan dengan mereka sama seperti terhadap kelompok suku lain yang berdiam di desa itu. Guru-guru di sekolah mengajar dengan menggunakan bahasa Indonesia sejak kelas satu dan seterusnya, dan pernah terlontar komentar bahwa mereka tidak mau menerima penggunaan bahasa-bahasa lain di sekolah. Pada saat pelaksanaan kebaktian gereja dan kebaktian-kebaktian rumah tangga, bahasa Indonesia digunakan sebagai bahasa pengantar. Percakapan santai sebelum dan sesudah kumpulan selalu dalam bahasa Padoe, kecuali jika ada orang Mori yang hadir.
Vuorinen (1991:12)
Suku Padoe merupakan suatu suku yang berpencar-pencar. Antar desa satu dengan yang lain, terisolir oleh jarak sehingga memaksa mereka untuk mempertahankan hubungan erat dengan kelompok suku dan bahasa sekitarnya. Karena daerah asal mereka telah dihuni oleh masyarakat dari seluruh penjuru Indonesia, maka bahasa nasional merupakan sarana utama dalam komunikasi. Sejak dulu orang Padoe menjunjung tinggi nilai pendidikan dan pengetahuan yang baik tentang Indonesia. Kesemuanya memberikan dampak yang besar terhadap situasi sosiolinguistik di mana orang Padoe menetap dewasa ini.
Walau sadar akan pentingnya bahasa nasional, orang Padoe juga terpanggil untuk melestarikan bahasanya sendiri. Sebagian tokoh masyarakat di pedesaan khawatir akan punahnya bahasa dan kebudayaan mereka secara berangsur-angsur, maka mereka pun menyambut baik upaya pelestarian bahasa dan kebudayaan mereka dalam bentuk tertulis, demi generasi yang akan datang. Mereka juga mengungkapkan harapannya untuk dapat memiliki buku puji-pujian/himne dalam bahasa Padoe untuk digunakan di gereja dan saat kumpulan peribadatan. Di beberapa desa, ada yang telah menerjemahkan lagu-lagu dari bahasa Indonesia ke dalam bahasa Padoe, tapi terjemahan tersebut beredar hanya dalam bentuk tulisan tangan. Sudah barang pasti, sekiranya ada hasil terjemahan dalam bentuk cetakan, akan mendapat sambutan yang hangat.
Wurm (2007:529)
Some limited literacy in it. In 1987, 7,000–10,000 speakers were reported, and 6,000 in 1991. There is vigorous language use, but an increasing number of speakers are shifting to Indonesian. The language is potentially endangered.
References
Moseley, Christopher (ed.) 2010. Atlas of the world’s languages in danger, 3rd ed., entirely revised, enlarged and updated. (Memory of Peoples Series.) Paris: UNESCO Publishing.
Vuorinen, Paula. 1991. Tinjauan sosiolinguistik masyarakat Padoe. Unpublished typescript, 13 pp.
Wurm, Stephen A. 2007. Australasia and the Pacific. Encyclopedia of the world’s endangered languages, edited by Christopher Moseley, 425–577. New York: Routledge.